Kerjasama Pengembangan Ekonomi Wilayah Sumatera

Muji Lestari, SE, MA

Oleh: Muji Lestari, SE, MA

Kepala BPS Kabupaten Muara Jambi

Pendahuluan

Wilayah Sumatera mempunyai posisi strategis dan terdepan (frontier) yang berbatasan dengan negara-negara Asia Selatan dan Asia Tenggara, dan menjadi salah satu pintu gerbang Indonesia dalam perdagangan internasional. Dengan sumber daya alam yang melimpah, wilayah Sumatera juga dikenal sebagai lumbung energi nasional dan lumbung pangan nasional. Wilayah Sumatera mempunyai potensi untuk maju dan berkembang sebagai pusat kegiatan ekonomi global.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, pembangunan ekonomi di Wilayah Sumatera diarahkan untuk mendorong transformasi melalui hilirisasi industri berbasis pertanian, perikanan dan tambang. Transformasi ekonomi diharapkan dapat menciptakan nilai tambah yang lebih tinggi melalui pengolahan bahan baku menjadi bahan setengah jadi dan bahan akhir. Transformasi ekonomi juga didukung dengan pembangunan jalan tol Trans Sumatera, bandara dan pelabuhan untuk memperkuat konektivitas antardaerah. Sejalan dengan langkah ini, pembangunan wilayah Sumatera juga dilakukan dengan menjaga keseimbangan antara pantai timur Sumatera yang dikenal sebagai pusat-pusat pertumbuhan dengan pantai barat Sumatera yang relatif belum berkembang.

Berbagai skema kerjasama internasional untuk memacu pengembangan wilayah Sumatera seperti Segitiga Pertumbuhan Indonesia–Malaysia–Thailand (Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle), integrasi kawasan (belt and road initiatives) dengan Pemerintah China, dan masyarakat ekonomi ASEAN memberikan peluang bagi wilayah untuk meningkatkan investasi, memperluas perdagangan, dan mendorong diversifikasi pasar regional dan global. Selain itu, percepatan pembangunan wilayah Sumatera juga dilakukan antara lain dengan pembangunan kawasan industri dan kawasan ekonomi khusus didukung dengan pembangunan infrastruktur jalan, bandara dan pelabuhan.

Pertanyaan yang muncul adalah mengapa kinerja pembangunan wilayah Sumatera tidak meningkat secara signifikan? Hambatan apa saja yang muncul dalam percepatan pembangunan wilayah Sumatera? Langkah apa yang harus dilakukan dalam mendorong transformasi dan akselerasi pembangunan wilayah Sumatera? Dalam menjawab tiga pertanyaan tersebut tulisan ini menekankan pentingnya kerjasama antardaerah dalam memperluas aglomerasi ekonomi dan mengembangkan rantai nilai (value chain) di wilayah Sumatera.

Kinerja Pembangunan Wilayah Sumatera

Wilayah Sumatera mempunyai luas sekitar 25 persen dari total luas wilayah Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 59 juta atau sekitar 22 persen dari jumlah penduduk Indonesia merupakan suatu kawasan ekonomi yang besar. Namun, dalam sepuluh tahun terakhir, kinerja pembangunan wilayah Sumatera termasuk kategori sedang dibanding wilayah lain di Indonesia. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi wilayah Sumatera (gabungan dari seluruh provinsi) dalam periode 2010-2021 rata-rata sebesar 3,31 persen, sementara pertumbuhan wilayah Jawa-Bali tercatat rata-rata sebesar 4,69 persen dan wilayah Sulawesi sebesar 6,28 persen. Wilayah Sumatera memberikan sumbangan rata-rata sebesar 22,24 persen terhadap total produk domestik regional bruto (PDRB) seluruh wilayah dalam kurun waktu 2010-2021. Sumbangan wilayah Jawa masih yang terbesar rata-rata sebesar 59,31 persen. Dalam lima tahun terakhir sumbangan wilayah Sumatera menurun menjadi kurang dari 22 persen, sementara sumbangan wilayah Sulawesi terus meningkat. Dengan kata lain, sumbangan wilayah Sumatera mengalami penurunan atau stagnasi.

Kinerja perekonomian wilayah Sumatera diukur dari laju pertumbuhan PDRB termasuk di bawah rata-rata nasional. Dalam kurun waktu 2011-2019 sebelum terjadinya Pandemi Covid-19 pertumbuhan ekonomi wilayah Sumatera tercatat sebesar 3,31 persen dan menjadi 2,94 persen apabila memperhitungkan dampak Covid-19 pada tahun 2020 dan 2021. Rata-rata pertumbuhan ekonomi wilayah Sumatera termasuk rendah dibanding wilayah Sulawesi dan wilayah Jawa-Bali. Provinsi dengan kinerja pertumbuhan yang paling baik dibanding provinsi lain di Sumatera adalah Sumatera Barat, Lampung, Sumatera Utara dan Sumatera Selatan.

Kinerja pertumbuhan PDRB perkapita menunjukkan pola yang sama bahwa pertumbuhan PDRB perkapita masih di bawah rata-rata nasional dan relatif tertinggal dibanding wilayah Sulawesi dan wilayah Jawa Bali. Temuan ini membuktikan bahwa pembangunan ekonomi wilayah Sumatera perlu dipacu lebih cepat dengan pengembangan kawasan industri dan kawasan pariwisata, serta peningkatan investasi untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi wilayah Sumatera.

Perbandingan realisasi investasi antarwilayah menunjukkan bahwa distribusi investasi domestik dan asing masih terpusat di wilayah Jawa-Bali dengan rata-rata sumbangan lebih dari 56 persen baik sebelum maupun setelah Pandemi Covid-19. Sumbangan wilayah Sumatera terhadap realisasi investasi domestik dan investasi asing cenderung menurun terus. Distribusi realisasi investasi terbesar di wilayah Sumatera adalah Riau, Sumatera Selatan dan Sumatera Utara. Ketiga provinsi tersebut mempunyai kawasan industri yang berkembang dan mempunyai infrastruktur mendukung konektivitas dalam menguatkan rantai nilai daerah.

Perlambatan realisasi investasi mengindikasikan terjadinya penurunan daya tarik investasi wilayah Sumatera. Dalam upaya meningkatkan investasi, maka perlu penguatan kerjasama antardaerah di wilayah Sumatera dalam pengembangan investasi dan sekaligus menguatkan rantai nilai wilayah. Dengan adanya pembangunan infrastruktur yang dilakukan dalam skala yang besar untuk menguatkan konektivitas antardaerah perlu diimbangi dengan pengembangan kawasan ekonomi yang didukung dengan kerjasama investasi.

Langkah yang perlu dilakukan adalah menyiapkan peta jalan dan rencana tindak kerjasama antardaerah yang melibatkan pemerintah daerah, pelaku usaha swasta dan perguruan tinggi. Peta jalan dan rencana tindak kerjasama antardaerah juga didukung oleh Pemerintah Pusat, Kamar Dagang Indonesia (Kadin), dan perbankan dalam percepatan pembangunan dan perluasan jaringan infrastruktur; penyiapan dan pengembangan skema pembiayaan yang terintegrasi dan berkelanjutan; serta perluasan promosi dan jaringan pemasaran.

Urgensi Kerjasama Pengembangan Wilayah Sumatera

Berbagai literatur menegaskan kuatnya keterkaitan antara kerjasama antardaerah dengan pertumbuhan ekonomi. Kerjasama antardaerah sering dikaitkan dengan penyediaan bahan baku dan pengurangan biaya produksi, perluasan pasar dan penyebaran manfaat dari suatu kegiatan ekonomi atau dikenal dengan aglomerasi (Martin dan Octavianno, 2001). Bradley and Gans (1996) menyebutkan bahwa aglomerasi membawa manfaat positif (eksternalitas) yang muncul sebagai akibat mobilitas sumber daya, tenaga kerja, dan kapital antardaerah secara lebih mudah, cepat dan murah.

Mobilitas sumber daya itu selanjutnya mendorong peningkatan produksi, penciptaan nilai tambah dan pertumbuhan ekonomi. Manfaat itu tidak hanya dirasakan oleh daerah yang menjadi pusat kegiatan ekonomi saja, tetapi juga daerah lain sekitar yang memasok sumber daya, bahan baku, tenaga kerja dan modal. Dengan demikian kegiatan ekonomi akan berputar dan selanjutnya menciptakan nilai tambah dan akumulasi kapital sebagai sumber investasi berikutnya.

Proses akumulasi yang berjalan seiring dengan aglomerasi pada umumnya akan memacu pertumbuhan ekonomi daerah yang lebih cepat dibanding daerah yang tidak termasuk dalam pengaruh aglomerasi. Daerah yang mempunyai kawasan industri pada umumnya mempunyai tingkat pertumbuhan lebih tinggi dibanding daerah yang mengandalkan pertanian saja. Daerah yang mempunyai kawasan perkebunan, kawasan industri dan kawasan pariwisata juga mempunyai potensi untuk tumbuh lebih cepat dan maju (Todaro, 2006, dan Arsyad, L, 2011).

Dampak negatif dari aglomerasi adalah terjadinya pemusatan kegiatan di satu daerah sehingga menyebabkan terjadinya kesenjangan antardaerah. Dampak negatif hanya dapat diatasi dengan mendorong peningkatan kesiapan sumber daya manusia, perluasan akses terhadap informasi, teknologi, modal dan pasar; serta peningkatan konektivitas antardaerah (Todaro, 2006; Jhingan, M. L., 2010; dan Arsyad, L, 2011).

Kerjasama antardaerah selain mendorong transformasi wilayah Sumatera juga memacu integrasi ekonomi untuk mewujudkan wilayah Sumatera sebagai suatu kawasan perekonomian yang maju, berkembang dan berdaya saing. Kerjasama antardaerah akan mendorong mobilitas barang, jasa, dan tenaga kerja terlatih, serta investasi secara lebih cepat dan bebas. Kerjasama itu akan membawa implikasi bagi percepatan perekonomian nasional dan daerah.

Yeremias T Keban (2009 ) menegaskan manfaat dari kerjasama antardaerah, yaitu: daerah yang bekerjasama dapat membentuk kekuatan ekonomi yang lebih besar; kemampuan melakukan lompatan kemajuan yang lebih tinggi; posisi tawar (bargaining power) yang lebih kuat dalam memperoleh sumber daya; mitigasi dan mencegah risiko konflik antardaerah yang merugikan dalam pengelolaan sumber daya; transparansi dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan untuk mewujudkan kaidah pembangunan berkelanjutan; serta pengembangan rantai nilai (value chain) industri mulai dari produksi, pengolahan, transportasi, logistik sampai ke pasar, dan rantai nilai pariwisata mulai dari informasi wisata, transportasi, akomodasi, destinasi, amenitas, dan pusat perdagangan.

Penutup

Wilayah Sumatera dengan potensi sumber daya yang besar masih terhambat dalam pengembangan ekonomi wilayah. Kinerja pembangunan ekonomi wilayah Sumatera dalam sepuluh tahun terakhir masih termasuk sedang dibanding wilayah lain di Indonesia. Penurunan kinerja ekonomi dipengaruhi oleh penuruan sumbangan wilayah Sumatera terhadap realisasi investasi domestik dan asing.

Perbaikan kinerja pembangunan wilayah ekonomi hanya dapat dilakukan melalui kerjasama antardaerah sehingga wilayah Sumatera menjadi suatu kawasan perekonomian yang maju, berkembang dan berdaya saing. Manfaat kerjasama antardaerah akan meningkatkan pergerakan barang, jasa, dan tenaga kerja terlatih, serta investasi secara lebih cepat dan bebas. Kerjasama itu akan membawa implikasi bagi transformasi dan percepatan pembangunan ekonomi wilayah..

Kerjasama antardaerah akan meningkatkan manfaat aglomerasi ekonomi dan selanjutnya akan meningkatkan daya saing. Kunci utama peningkatan daya saing wilayah Sumatera adalah tindakan bersama (collective actions) seluruh pemangku kepentingan khususnya seluruh pemerintah daerah dan pelaku usaha di daerah dalam menerapkan manajemen strategis untuk mengembangkan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif daerah. Tindakan pemerintah daerah dan pelaku usaha di daerah sangat dipengaruhi oleh tingkat pemahaman terhadap perubahan lingkungan strategis, tingkat kelincahan dalam memanfaatkan peluang bisnis, dan tingkat soliditas dalam pembiayaan investasi bersama.

Kerjasama antardaerah wilayah Sumatera juga menekankan perlunya membangun dan memperluas jaringan infrastruktur; menyiapkan dan mengembangkan skema pembiayaan dan asuransi; meningkatkan promosi dan jaringan pemasaran; memperkuat kerjasama dan keterkaitan antardaerah; serta memperkuat dan mengembangkan kerjasama dan kemitraan antara pemerintah daerah, perguruan tinggi, lembaga/badan penelitian dan pengembangan, KADIN, perbankan, dan pelaku usaha.

Dalam upaya mendorong transformasi ekonomi diperlukan penambahan investasi yang besar. Langkah yang perlu dilakukan adalah menguatkan kerjasama antardaerah dalam pengembangan kawasan industri dan kawasan ekonomi khusus yang didasarkan pada konektivitas dan rantai nilai (value chain) berbasis produksi dan berbasis pariwisata. Dalam memperluas kerjasama antardaerah diperlukan suatu rencana investasi yang terpadu dengan melibatkan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan pelaku usaha swasta termasuk menghapus berbagai hambatan (bottlenecks) dalam investasi.

 

 

 

 

 

LEAVE A REPLY