Tantangan, Peluang dan Strategi Swasembada Pangan

Muji Lestari, SE, MA

Oleh: Muji Lestari, SE, MA

“There’s enough on this planet for everyone’s needs but not for everyone’s greed.” (Mahatma Gandhi)

Pendahuluan

Presiden Prabowo Subianto dalam pidato perdananya setelah dilantik sebagai Presiden RI pada tanggal 20 Oktober 2024 di depan Sidang MPR dan DPR RI menekankan bahwa swasembada pangan menjadi salah satu prioritas utama pemerintahannya. Perwujudan swasembada pangan merupakan bentuk komitmen untuk menjalankan amanah konstitusi dengan penuh tanggung jawab, dan pentingnya kepemimpinan yang tulus dan berorientasi pada kepentingan seluruh rakyat. Swasembada pangan akan diwujudkan dalam bentuk kemandirian pangan dalam 3-5 tahun ke depan. Presiden menargetkan Indonesia tidak hanya harus mampu memenuhi kebutuhan pangan domestik, tetapi juga menjadi salah satu lumbung pangan dunia.

Data menunjukkan bahwa dalam 11 tahun terakhir, Indonesia telah membelanjakan sekitar US$84,8 miliar atau setara Rp1.272 triliun untuk mengimpor beras, susu, bawang, garam, daging dan gula dari pasar internasional. Dengan kata lain, enam dari sembilan bahan pokok ternyata harus dipasok dari luar negeri. Ketergantungan impor yang tinggi tidak hanya terjadi untuk beras, tetapi juga impor daging dengan rata-rata rasio nilai impor terhadap total impor bahan pangan selama 11 tahun sekitar 35%, gula (28%), garam (14%) dan susu (13%).

Baru-baru ini Badan Pusat Statistik (BPS) telah mengumumkan perkembangan impor komoditas pangan Indonesia seperti gandum dan meslin, gula, dan beras yang tercatat meningkat secara kumulatif dari Januari-Agustus 2024. Nilai impor gandum dan meslin, gula, serta beras telah menyumbang sekitar 5,07 persen terhadap total impor non migas Indonesia. Sementara impor gandum dan meslin sepanjang Januari-Agustus 2024 mencapai 8,44 juta ton atau setara dengan US$ 2,56 miliar. Jumlah impor gandum naik sekitar 3,84 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Selain itu, impor gula selama 8 bulan pertama di 2024 mencapai 3,38 juta ton setara dengan nilai US$ 2 miliar atau naik sebesar 5,53 persen dibanding tahun sebelumnya.

BPS juga mencatat bahwa impor beras selama Januari-Agustus 2024 mencapai sebesar 3,05 juta ton atau setara dengan nilai US$ 1,91 miliar. Impor beras meningkat tajam sekitar 121,34 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Impor beras Indonesia berasal adalah Thailand sebesar 1,13 juta ton atau senilai US$ 734,78 juta; Vietnam 0,87 juta ton senilai US$ 542,86 juta; dan Pakistan 0,46 juta ton senilai US$ 290,56 juta.

Berbagai data dan informasi tersebut menegaskan betapa pentingnya swasembada pangan. Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana tantangan, peluang dan strategi perwujudan swasembada pangan di Indonesia ? Tulisan singkat ini akan membahasnya.

Elemen Penting Swasembada Pangan

Pengertian swasembada pangan seringkali dikaitkan dengan kemampuan suatu negara atau suatu daerah atau suatu komunitas dalam memenuhi kebutuhan pangan secara mandiri tanpa tergantung pasokan dari luar dengan harga terjangkau dan ketersediaan secara terus menerus. Konsep ini mencakup ketersediaan pangan yang cukup, akses yang merata, dan stabilitas pasokan untuk menjaga ketahanan pangan nasional.

Elemen penting dari ketahanan pangan mencakup empat hal: pertama, produksi domestik yang memadai, ini ditentukan oleh hasil produksi pangan dari pertanian, peternakan dan perikanan yang harus mencukupi kebutuhan konsumsi seluruh rakyat; kedua, diversifikasi pangan untuk memastikan pemanfaatan berbagai sumber pangan lokal, seperti jagung, sagu, dan singkong, untuk mengurangi ketergantungan pada satu jenis komoditas; ketiga, kemandirian ekonomi dengan mengurangi ketergantungan pada impor untuk melindungi negara dari fluktuasi harga atau gangguan distribusi global; dan keempat, aksesibilitas pangan untuk memastikan semua lapisan masyarakat, terutama di daerah perdesaan, daerah tertinggal dan terpencil, dan kawasan perbatasan dapat mengakses pangan dengan harga terjangkau.

Swasembada pangan diharapkan dapat memastikan ketahanan pangan, menguatkan resiliensi atau ketangguhan masyarakat, meningkatkan kesejahteraan petani, serta menciptakan stabilitas ekonomi dan politik di tingkat nasional. Dalam konteks Indonesia, swasembada pangan juga merupakan bagian dari upaya memperkuat kedaulatan negara.

Tantangan Swasembada Pangan

Upaya mewujudkan ketahanan memerlukan kerjasama multipihak dan rencana tindak yang terpadu. Tantangan yang harus dihadapi dalam mewujudkan ketahanan pangan antara lain: pertama, perubahan iklim yang membawa perubahan pola cuaca, banjir, kekeringan, dan kenaikan suhu global memengaruhi produktivitas pertanian, seperti gagal panen dan kerusakan tanaman. Tantangan kedua adalah keterbatasan lahan pertanian yang disebabkan oleh alih guna lahan dari pertanian ke non pertanian. Hal ini terjadi sebagai akibat pertumbuhan penduduk yang cepat dan urbanisasi yang pesat sehingga mendorong konversi lahan pertanian menjadi kawasan industri dan perumahan.

Tantangan ketiga adalah produktivitas yang rendah yang dipengaruhi oleh kecilnya skala usaha petani, terbatasnya pengetahuan dan keterampilan petani, tidak pastinya pasokan benih dan pupuk, kurangnya peralatan, serta terbatasnya penggunaan teknologi. Tantangan keempat adalah keterbatasan infrastruktur pendukung terutama jaringan irigasi dan embung yang dapat memasok kebutuhan air secara berkesinambungan, kurang memadainya akses dan jaringan jalan di daerah perdesaan, serta kurangnya fasilitas penyimpanan hasil pertanian yang menyebabkan tingginya biaya transportasi dan biaya logistik, kurang efisiennnya rantai nilai pangan dan kurang meratanya distribusi pangan.

Tantangan kelima adalah tata kelola produksi, distribusi dan perdagangan pangan yang kurang terpadu sehingga mendorong impor bahan pangan seperti beras, gandum, kedelai, dan daging yang menyebabkan tingginya ketergantungan impor dan meningkatnya kerentanan cadangan pangan terhadap fluktuasi harga global. Tantangan keenam menyangkut masalah sosial dan ekonomi petani, nelayan, peternak dan pelaku usaha kecil yang disebabkan oleh rendahnya pendapatan petani, sulitnya akses terhadap modal, berkurangnya tenaga kerja sebagai akibat menurunnya minat pemuda bekerjas di bidang pertanian, perikanan dan peternakan; serta kurangnya insentif dan pelrindungan usaha bagi petani, peternak dan nelayan kecil.

Peluang Swasembada Pangan

Indonesia dengan potensi sumber daya alam yang melimpah memiliki banyak peluang untuk mencapai swasembada pangan. Berbagai peluang yang tersedia untuk mewujudkan ketahanan pangan antara lain adalah pertama, potensi lahan yang luas dan keanekaragaman hayati tanaman pangan yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung keberlanjutan swasembada; kedua, inovasi dan pemanfaatan teknologi pertanian yang berkembang luas dalam bidang pertanian, perikanan dan peternakan seperti penerapan pertanian pintar (smart farming), penggunaan drone untuk pemetaan lahan, penggunaan aplikasi berbasis AI (artificial intelligence) untuk manajemen pertanian yang dapat meningkatkan produktivitas, efisiensi dan nilai tambah; serta pengembangan pemasaran online yang mempercepat transakasi perdagangan komoditas pangan.

Ketiga, permintaan pangan lokal yang tinggi dipengaruhi oleh tren konsumsi produk organik dan pangan lokal di masyarakat akan mendorong diversikasi pangan dan pengembangan produk pangan dengan nilai tambah tinggi. Keempat, kebijakan pemerintah dalam mendorong revitalisasi pertanian seperti program food estate, subsidi pupuk, diversifikasi pangan, pembangunan infrastruktur seperti waduk, embung dan jaringan irigasi akan mendorong percepatan peningkatan produksi pangan.

Kelima, kolaborasi Pemerintah dengan swasta dan akademisi dapat mendorong pengembangan riset, inovasi, dan pengembangan jumlah dan mutu produksi pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan dan peternakan. Keenam, kesadaran publik tentang pentingnya ketahanan pangan semakin tumbuh kuat sejalan dengan pengalaman pandemi Covid-19 yang memaksa masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan pertanian seperti urban farming.

Strategi Swasembada Pangan

Berbagai strategi dan kebijakan yang dapat ditenpuh untuk mewujudkan swasembada pangan pada dasarnya mencakup peningkatan produksi pangan domestik, pengurangan ketergantungan pada impor, dan penguatan ketahanan pangan nasional. Berikut adalah beberapa strategi dan kebijakan utama yang mendukung swassembada pangan.

Pertama, intensifikasi pertanian dengan memanfaatkan penggunaan teknologi modern seperti smart farming, drone pemantauan lahan, dan mekanisasi untuk meningkatkan produktivitas; pengembangan benih/bibit unggul; serta penggunaan varietas tanaman yang lebih tahan terhadap perubahan iklim dan hama. Kedua, ekstensifikasi lahan melalui pengembangan sentra produksi pangan (food estate) secara terpadu dan melibatkan penduduk lokal terutama untuk tanaman pangan strategis seperti padi, jagung, dan singkong; optimalisasi lahan marginal dengan memanfaatkan lahan kering, bekas tambang, atau lahan suboptimal untuk pertanian produktif.

Ketiga, diversifikasi pangan dengan mengembangkan sumber pangan alternatif seperti sagu, singkong, jagung, dan umbi-umbian untuk mengurangi ketergantungan pada beras, serta meningkatkan promosi dan kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi pangan lokal. Keempat, reformasi kebijakan pangan dan dukungan petani, peternak dan perikanan dengan menyediakan skema subsidi dan insentif seperti subsidi pupuk, benih, dan alat mesin pertanian, menyediakan Kredit Usaha Rakyat (KUR), mempermudah akses petani terhadap pembiayaan melalui program kredit berbunga rendah, dan regenerasi petani melalui pendidikan, pelatihan dan pendampingan kepada petani muda agar terampil menggunakan teknologi dan manajemen pertanian modern.

Kelima, pembangunan infrastruktur yang mencakup waduk, embung, jaringan irigasi, fasilitas penyimpanan, pergudangan dan logistik untuk memastikan peningkatan produksi pangan dan mengurangi kerugian pascapanen; serta penguatan infrastruktur transportasi untuk memastikan hasil panen dapat diakses di seluruh wilayah Indonesia. Keenam, penguatan ketahanan pangan berbasis komunitas antara lain melalui urban farming untuk memperluas praktik pertanian perkotaan dalam memenuhi kebutuhan pangan lokal di daerah perkotaan; pelaksanaan program Desa Mandiri Pangan untuk memberdayakan masyarakat dalam meningkatkan produksi, mengolah dan mengelola kebutuhan pangannya sendiri.

Dan yang tidak kalah pentingnya adalah mitigasi dan pengelolaan risiko usaha pertanian, peternakan, perkebunan dan peternakan untuk mengantisipasi dampak negatif dari perubahan iklim melalui riset untuk menciptakan varietas tanaman tahan perubahan iklim; pengembangan skema asuransi pertanian bagi petani yang terdampak gagal panen; serta pengelolaan cadangan pangan nasional melalui penyediaan cadangan beras dan komoditas strategis lain untuk mengantisipasi krisis pangan.

Semua itu, swasembada pangan hanya akan berhasil apadila ada kerjasama, kemitraan dan kolaborasi berbagai pihak terutama Pemerintah melalui Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah melalui dinas/OPD, masyarakat petani, nelayan, peternak dan pembudidaya, BUMDes dan Koperasi, pelaku usaha swasta, perguruan tinggi, perbankan dan media.

“If you cannot feed a hundred people, then feed just one.” (Mother Teresa)