Lemahnya Penindakan Praktik Korupsi dan Gratifikasi di Bungo, KPK Diminta Turun Tangan

JAMBIBEDA.ID, Muara Bungo – LSM LIPPAN DKP Bungo meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan dalam menuntaskan praktik korupsi dan gratifikasi di Kabupaten Bungo.

Alasannya karena Aparat Penegak Hukum (APH) di Bungo dan umumnya di Jambi, dinilai masih lemah dalam melakukan penindakan terhadap praktik korupsi dan gratifikasi.

“Kami dengar KPK saat ini berada di Bungo, makanya kami meminta KPK turun tangan menindaklanjuti kasus korupsi dan gratifikasi di Bungo ini,” tegas Ketua LSM LIPPAN DKP Bungo Abunyani, Rabu (28/6/2023).

KPK juga diminta melakukan penyelidikan terkait praktik dugaan gratifikasi yang terjadi di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Bungo.

“Kami menduga praktik dugaan gratifikasi yang masif masih terjadi di Dinas PUPR Bungo dan sudah menjadi kebiasaan dalam memenangkan proyek. Peran ini biasanya dimainkan oleh pokja atas perintah atasan raja,” terangnya.

“Bahkan parahnya proyek teranggarkan tanpa melalui proses pembahasan DPRD. Kami menduga dugaan korupsi dan gratifikasi ini melibatkan pimpinan DPRD, Pokja, Kadis PUPR, dan Bupati Bungo,” tandasnya.

Di samping itu, Abun sapaannya meminta KPK mengambil alih kasus dugaan korupsi pembangunan arena MTQ Bungo Tahun Anggaran (TA) 2019-2020. Meski sudah ditangani oleh Kejati Jambi, sambungnya, namun sampai saat ini Kejati Jambi belum menetapkan satu orang pun tersangka.

“Kami bukan tidak percaya dengan Aparat Penegak Hukum (APK) di Jambi, namun kami menilai banyaknya kasus dugaan korupsi khususnya di Bungo, tidak tuntas ditangai oleh APH,” katanya.

“Karena itu kami meminta KPK ambil alih kasus dugaan korupsi pembangunan arena MTQ Bungo dengan nilai anggaran kurang lebi Rp50 miliar,” timpalnya.

Kata dia, terkait kasus dugaan korupsi pembangunan arena MTQ Bungo tersebut, Kejati Jambi sudah memanggil sejumlah pejabat Dinas PUPR Kabupaten sebagai saksi.

“Jika Kejati Jambi tidak mampu menyelesaikan kasus dugaan korupsi arena MTQ Bungo, lebih baik serahkan saja ke KPK. Sebab kasus ini juga sudah cukup lama bergulir, namun belum juga ada perkambangannya,” katanya.

Sementara itu, Praktisi Hukum Badan Penyuluhan dan Pembelaan Hukum (BPPH) MPW Pemuda Pancasila (PP) Kabupaten Bungo, Bendra Wardana, SH menjelaskan, gratifikasi menurut penjelasan Pasal 12B ayat (1) UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

“Gratifikasi merupakan pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya,” paparnya.

Gratifikasi tersebut, sambungnya, baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.

“Namun, ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 30 hari sejak menerima gratifikasi (Pasal 12C ayat (1) & (2) Undang-Undang No. 20 Tahun 2001),” tandasnya.

Sanksi Gratifikasi

Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 menyebut penerima gratifikasi dapat dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Kategori Gratifikasi

Gratifikiasi dibagi dalam dua kategori yakni gratifikasi yang wajib dilaporkan, dan gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan.

1. Gratifikasi yang wajib dilaporkan

a. Gratifikasi yang dianggap suap yaitu pemberian yang diperoleh dari pihak yang memiliki hubungan jabatan dengan penerima. Arrest Hoge Raad (Putusan Mahkamah Agung Belanda) pada tanggal 26 Juni 1916 menafsirkan makna dari unsur “berhubungan dengan jabatan” bahwa tidak perlu berdasarkan undang-undang atau ketentuan administrasi, tetapi cukup jabatan tersebut memungkinkan baginya untuk melakukan apa yang dikehendaki pemberi yang berlawanan dengan tugas/kewajibannya.

b. Gratifikasi yang ditujukan kepada unit kerja dari pihak yang mempunyai benturan kepentingan

2. Gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan

a. Terkait Kedinasan:

– Seminar kit, pelatihan, konferensi Kedinasan yang berlaku umum;

– Kompensasi yang diterima dari pihak lain, seperti honor/insentif, penginapan, transportasi, jamuan makan, souvenir, dan bingkisan buah.

sepanjang pemberian tersebut tidak melebihi standar biaya yang berlaku, tidak terdapat pembiayaan ganda, tidak terdapat benturan kepentingan, dan tidak melanggar ketentuan yang berlaku diinstansi penerima.

b. Tidak terkait Kedinasan:

– Hadiah langsung/undian, diskon, voucher, point rewards, atau souvenir yang berlaku umum dan tidak terkait dengan Kedinasan;

– Prestasi akademis atau non akademis (kejuaraan/perlombaan/kompetisi) dengan biaya sendiri dan tidak terkait dengan Kedinasan;

– Keuntungan/bunga dari penempatan dana, investasi atau kepemilikan saham pribadi yang berlaku umum dan tidak terkait dengan Kedinasan;

– Kompensasi atas profesi di luar kedinasan yang tidak terkait dengan tugas fungsi dari pegawai negeri atau penyelenggara negara, dan tidak melanggar beturan kepentingan dan kode etik pegawai;

– Pemberian karena hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus 2 derajat atau dalam garis keturunan kesamping 1 derajat sepanjang tidak mempunyai benturan kepentingan dengan penerima Gratifikasi;

– Pemberian karena hubungan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus 2 derajat atau dalam garis keturunan kesamping 1 derajat sepanjang tidak mempunyai benturan kepentingan dengan penerima Gratifikasi;

– Pemberian yang berasal dari pihak lain sebagai hadiah perkawinan, khitanan anak, ulang tahun, kegiatan keagamaan/adat/tradisi, dengan nilai keseluruhan paling banyak RP1.000.000 dari masing-masing pemberi pada setiap kegiatan atau peristiwa tersebut dan bukan dari pihak yang mempunyai benturan kepentingan dengan penerima Gratifikasi;

– Pemberian dari pihak lain terkait dengan musibah dan bencana, dan bukan dari pihak-pihak yang mempunyai benturan kepentingan dengan penerima Gratifikasi; dan

– Pemberian dari sesama rekan kerja, baik dari atasan, rekan setingkat, atau bawahan yang tidak dalam bentuk uang, dengan nilai maksimal Rp 200. 000,00 (dua ratus ribu rupiah) per acara/peristiwa dengan batasan nilai maksimal Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun dari masing­-masing pemberi, dalam rangka Promosi jabatan; dan/atau Pindah/mutasi tempat kerja. (skm)

LEAVE A REPLY