JAMBIBEDA.ID, Muara Bungo – Penasihat Hukum Jambi, Bendra Wardana SH menanggapi pernyataan Kapolres Bungo di beberapa media online terkait aksi pemberantasan PETI oleh warga bersama pihak kepolisian di Desa Batu Kerbau, Kecamatan Pelepat, Kabupaten Bungo, Sabtu (28/10/2023).
Menurut pria kelahiran Kerinci ini, polisi seharusnya mengamankan alat berat yang diduga digunakan untuk Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) tersebut. Bukan malah membiarkan warga membakarnya untuk dimusnahkan.
“Seharusnya polisi mengamankan alat berat itu kalau memang itu alat bukti kejahatan,” ucapnya dikonfirmasi Jambibeda.id via ponsel, Selasa (31/10/2023).
Kata dia, jika polisi berdiri tegak lurus dan mengedepankan profesionalisme, harusnya polisi melakukan prosedur sebagaimana yang diperintahkan oleh KUHAP dan KUHP.
“Nah itu diamankan sebagai barang bukti, kemudian dilakukan penyelidikan, baru dilakukan penyidikan, dilakukan penangkapan, BAP, kan itu proses hukumnya.
“Kemudian menangkap beberapa orang-orang yang diduga sebagai pelaku, pemilik, yang memerintahkan, yang mendanai, ini kan harus diungkap,” imbuhnya.
Pengacara kondang ini juga menegaskan bahwa, pemusnahan Barang Bukti (BB) hanya dapat dilakukan berdasarkan perintah putusan Hakim Pengadilan Negeri.
Lebih lanjut, Bendra menduga aksi pembakaran alat berat ini merupakan salah satu bentuk menutup-nutupi jejak di balik aktivitas tambang ilegal tersebut.
“Jadi kalau itu dibakar hangus ini salah satu bentuk dugaan menutupi jejak juga kan, bisa dikatakan seperti itu kan. Respon panik menurut aku sih,” sebutnya.
Jika alat berat itu tidak dibakar, sambungnya, bisa saja kasus ini akan diusut secara hukum dan terbongkar siapa saja yang menerima hasil dari aktivitas PETI.
“Kita tidak menjustifikasi personnya kan, kita menduga ya kan. Ada apa, maksud aku ada semacam bentuk menutupi jejak gitu kan,” tuntasnya.
Sementara itu, Kapolres Bungo AKBP Wahyu Bram dikonfirmasi terkait hal ini mengatakan bahwa, alat berat ditemukan di lokasi yang sulit dijangkau dan sulit untuk dievakuasi karena membutuhkan biaya yang sangat besar.
“Jika dibiarkan, setelah razia, alat berat tersebut dapat dipindahkan ke lokasi lain oleh pelaku untuk menghindari proses penyidikan atau bahkan dapat digunakan kembali oleh pelaku untuk melakukan PETI,” ujarnya via WhatsApp, Rabu (1/11/2023).
“Memang biasanya kita bawa teknisi untuk melepas CPU dari alat berat yang dampaknya alat berat tersebut tidak berfungsi, namun pada saat razia kemarin karena situasi dan kondisi kami tidak bisa mengajak teknisi tersebut sehingga tindakan menonaktifkan alat berat harus dilakukan dengan cara yang berbeda,” timpalnya menjelaskan.
Kata dia, sudah banyak kasus penemuan alat berat yang digunakan untuk PETI dilakukan tindakan perusakan fungsi untuk membuat alat berat status quo alias non aktif.
“Contohnya kasus PETI dengan alat berat di wilayah Sungai Telang, perkara sudah P21, maju ke pengadilan, namun barang bukti alat berat tetap menjadi besi rongsokan di tengah hutan karena sudah kami lepas CPU-nya,” katanya.
Masih dikatakan Bram, meskipun alat berat tersebut terbakar, namun identitas alat berat itu tidak bisa musnah karena terdapat data identifikasi yang terpatri pada logam alat berat tersebut layaknya nomor rangka atau nomor mesin. Sehingga masih dapat diidentifikasi asal usul alat berat tersebut dan saat ini tim reserse Polres Bungo sedang mendalami hal tersebut.
“Jadi pembakaran tersebut bukan pemusnahan atau upaya menutupi jejak agar pelaku tidak tertangkap, melainkan hanyalah sebuah metode lain penonaktifan alat berat agar alat berat tersebut tidak dapat dipindahkan atau digunakan untuk melakukan PETI dan proses penyelidikan tidak akan terhambat sama sekali karena tindakan tersebut,” tandasnya. (skm)